Kamis, 31 Juli 2025

Contoh Penerapan Konsep Berfikir Sinkronik

 

Contoh penerapan konsep berfikir sinkronik dalam peristiwa sejarah :

 

Latar Belakang Pelaksanaan Tanam Paksa

 

Sejarah ini dimulai pada tahun 1830 dimana pada saat itu pemerintah Belanda yang ada di Indonesia sudah hampir bangkut. Kebangkrutan ini terjadi setelah Belanda terlibat perang Diponegoro yang terjadi di tahun 1825 hingga tahun 1830 dan setelah pembubaran VOC yang mau tidak mau membuat pemerintah Belanda menanggung hutang serikat dagang Belanda tersebut.

 

Pada saat itu, Gubernur Jenderal Judo mendapatkan sebuah izin untuk menjalankan Cultuur Stelsel. Tujuannya adalah untuk menutup defisit yang terjadi pada pemerintah Belanda dan digunakan untuk mengisi kas penjajah pada saat itu. Adapun kebijakan Tanam Paksa ini diberikan oleh pihak pemerintah dengan menerapkan sistem politik liberal pada masa kekuasaannya. Hanya saja kebijakan ini mengalami sebuah kegagalan. Adapun diantara kegagalan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1)   Kebijakan liberal yang terjadi di Indonesia tidak sesuai dengan sistem feodal yang ada di Indonesia terutama di pulau Jawa.

2)   Struktur birokrasi ada feodal yang berbelit-belit dan panjang mengakibatkan pemerintah tidak bisa berhubungan langsung dengan rakyat.

3)   Kas negara yang kosong akibat terjadinya Perang Diponegoro yang tak kunjung usai.

4)   Terjadinya kesulitan keuangan yang semakin menjadi-jadi setelah Belgia yang mana ia adalah negara sumber dana melepaskan diri dari Belanda tepatnya pada tahun 1830.

5)   Kekalahan ekspor Belanda dengan inggris karena ketidakmampuan dalam bersaing.

 

Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Sementara itu kondisi di negeri Belanda semakin memburuk akibat di Eropa Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan yang menghabiskan biaya yang besar, diantaranya upayanya mengahadapi  Perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.

 

Selain itu di Indonesia pun Belanda mengahadapi Perang besar yang juga turut membawa akibat keuangan Belanda menjadi deficit . Oleh sebab itu Raja Wiliam 1 mengutus Johannes van den Bosch untuk mencari cara menghasilkan uang dari sumber daya di Indonesia. Oleh karena itulah usulan Van Den Bosch untuk melaksanakan Cultuur Stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik, karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk.

 

Pelaksanaan Sistem tanam paksa didasari oleh pemikiran  pemerintal kolonial yang beranggapan bahwa desa desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah kolonial, yang seharusnya diperhitungkan (membayar) senilai 40% dari hasil panen utama desa. kemudian Van den Bosch menginginkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa (tebu, nila dan kopi). Penduduk kemudian wajibkan untuk menggunakan sebagian tanah pertaniannya (minimal 20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian hari kerja (75 hari dalam setahun) untuk bekerja bagi pemerintah. Dengan menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial beranggapan desa akan mampu melunasi hutang pajak tanahnya. Seandainya pendapatan desa dari penjualan komoditas ekspor itu lebih besar dari pajak tanah yang harus dibayar, desa akan mendapat kelebihannya. namun Jika kurang, desa harus membayar kekurangannya.

 

Pelaksanaan Tanam Paksa membuat para petani sangat menderita kala itu karena alih-alih mereka berfokus menanam padi untuk makan sendiri, mereka malah harus menanam tanaman ekspor yang harus diserahkan ke pemerintah kolonial. Meski peraturan Tanam Paksa jelas memberatkan para petani dan penduduk, namun kenyataan di lapangan, penderitaan yang dialami jauh lebih besar dan berkepanjangan karena dicekik kemiskinan dan ketidaktentuan penghasilan ke depannya.

 

Tanam  paksa  atau  Cultuurstelsel  merupakan  peraturan  yang  dikeluarkan  oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu dan tarum (nila). Tanaman ekspor tersebut nantinya kemudian dijual dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial, dan bagi warga yang tidak memiliki tanah harus bekerja selama 75 hari dalam setahun pada kebun milik pemerintah. Sistem tanam paksa ini diketahui lebih keras daripada saat monopoli VOC, sebab ada target yang harus dipenuhi untuk pemasukan penerimaan pemerintah kolonial yang saat itu sangat dibutuhkan. Pemasukan dari Sistem Tanam Paksa kemudian digunakan untuk membayar hutang Belanda sebab, kas pemerintah Belanda amblas setelah Perang Jawa tahun 1830. Sistem itu pun berhasil dan pemerintah Belanda meraup keuntungan yang amat besar.

 

Teks  diatas  menggambarkan pelaksanaan Tanam Paksa yang pernah diterapkan pemerintah Belanda di Hindia Belanda pada tahun 1830 . konsep berfikir yang digunakan dalam teks tersebut adalah sinkronis. Coba kalian perhatikan dengan seksama , dalam uraian diatas hanya menerangkan latar belakang diterapkannya Sistem Tanam Paksa oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun bahasannya sangat melebar walaupun dalam waktu yang relative pendek hanya disekitar awal pelaksanaan Tanam Paksa saja. Dengan kata lain , bahasan sinkronis lebih mementingkan ruang bagi penjelasan yang luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Penerapan Konsep Berfikir Sinkronik

  C o nt o h p e n er a pan k o n sep b erfi k ir sin kro n ik d a l am peri s t i w a seja r ah :   Latar Bel ak ang P el ak s a ...