Contoh
penerapan konsep berfikir sinkronik
dalam peristiwa sejarah
:
Latar
Belakang Pelaksanaan Tanam Paksa
Sejarah ini dimulai pada
tahun 1830 dimana pada
saat itu pemerintah Belanda yang
ada di Indonesia sudah
hampir
bangkut. Kebangkrutan ini terjadi setelah Belanda terlibat perang Diponegoro
yang terjadi di tahun 1825
hingga
tahun 1830 dan setelah pembubaran VOC yang mau
tidak mau membuat pemerintah
Belanda menanggung hutang serikat dagang Belanda
tersebut.
Pada saat itu,
Gubernur Jenderal
Judo mendapatkan sebuah
izin untuk menjalankan
Cultuur
Stelsel. Tujuannya
adalah untuk menutup defisit yang terjadi pada
pemerintah
Belanda dan digunakan untuk mengisi kas penjajah pada
saat itu. Adapun
kebijakan Tanam Paksa
ini
diberikan oleh
pihak pemerintah
dengan menerapkan sistem politik liberal
pada masa kekuasaannya. Hanya
saja
kebijakan ini
mengalami sebuah kegagalan. Adapun diantara kegagalan tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:
1)
Kebijakan liberal
yang terjadi di Indonesia
tidak sesuai dengan sistem feodal yang ada di Indonesia terutama di pulau Jawa.
2)
Struktur birokrasi ada feodal
yang berbelit-belit dan panjang
mengakibatkan pemerintah tidak bisa berhubungan langsung dengan rakyat.
3)
Kas negara
yang kosong akibat
terjadinya Perang Diponegoro
yang tak kunjung usai.
4)
Terjadinya kesulitan keuangan yang semakin menjadi-jadi setelah
Belgia yang mana ia adalah
negara
sumber
dana melepaskan diri dari Belanda tepatnya pada tahun 1830.
5)
Kekalahan ekspor Belanda
dengan inggris karena ketidakmampuan dalam
bersaing.
Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal
dan kaum konservatif
terus berlangsung. Sementara
itu kondisi di negeri Belanda
semakin
memburuk akibat
di Eropa Belanda terlibat
dalam peperangan-peperangan yang menghabiskan biaya
yang besar, diantaranya upayanya
mengahadapi Perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun
1830.
Selain itu di Indonesia pun Belanda mengahadapi Perang besar yang juga turut membawa akibat keuangan Belanda menjadi deficit . Oleh sebab
itu
Raja Wiliam 1 mengutus Johannes van den Bosch untuk mencari cara menghasilkan uang dari sumber daya di Indonesia. Oleh karena itulah usulan Van Den Bosch untuk
melaksanakan
Cultuur Stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik, karena dianggap dapat
memberikan keuntungan yang besar
bagi negeri induk.
Pelaksanaan
Sistem tanam paksa didasari oleh pemikiran
pemerintal
kolonial
yang
beranggapan bahwa desa desa di Jawa berutang sewa
tanah kepada pemerintah kolonial, yang seharusnya diperhitungkan
(membayar) senilai 40% dari hasil panen utama desa. kemudian Van den Bosch menginginkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk
ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa (tebu, nila dan kopi). Penduduk
kemudian wajibkan untuk menggunakan sebagian tanah pertaniannya (minimal 20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian hari kerja
(75 hari dalam setahun) untuk bekerja
bagi pemerintah. Dengan menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial beranggapan desa akan mampu melunasi hutang pajak tanahnya. Seandainya pendapatan
desa dari penjualan
komoditas ekspor itu lebih besar
dari
pajak tanah yang harus dibayar, desa akan mendapat kelebihannya. namun Jika kurang, desa
harus membayar kekurangannya.
Pelaksanaan Tanam Paksa membuat para petani sangat
menderita kala
itu karena alih-alih mereka berfokus menanam padi untuk makan sendiri, mereka malah harus
menanam tanaman ekspor yang harus diserahkan ke
pemerintah kolonial.
Meski peraturan
Tanam Paksa jelas memberatkan
para petani dan penduduk,
namun kenyataan
di lapangan, penderitaan yang dialami jauh lebih besar dan berkepanjangan karena
dicekik kemiskinan dan ketidaktentuan penghasilan ke depannya.
Tanam paksa
atau Cultuurstelsel merupakan peraturan
yang
dikeluarkan
oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada
tahun 1830
yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya
kopi, tebu
dan tarum (nila).
Tanaman ekspor tersebut nantinya kemudian
dijual dengan harga yang ditetapkan
oleh pemerintah kolonial, dan bagi warga yang tidak memiliki tanah
harus bekerja
selama 75 hari dalam setahun pada kebun milik pemerintah.
Sistem tanam paksa ini diketahui lebih keras daripada saat monopoli VOC, sebab ada target yang harus dipenuhi untuk pemasukan penerimaan pemerintah kolonial yang saat
itu sangat dibutuhkan. Pemasukan dari Sistem Tanam Paksa kemudian digunakan
untuk membayar hutang
Belanda sebab, kas pemerintah Belanda
amblas setelah Perang Jawa tahun
1830. Sistem itu pun berhasil dan pemerintah Belanda meraup keuntungan yang amat besar.
Teks diatas menggambarkan pelaksanaan Tanam Paksa yang pernah diterapkan pemerintah Belanda di Hindia Belanda pada tahun 1830 . konsep berfikir yang digunakan
dalam teks tersebut adalah
sinkronis. Coba kalian perhatikan dengan seksama , dalam uraian diatas hanya menerangkan
latar belakang diterapkannya Sistem Tanam
Paksa oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun bahasannya sangat melebar walaupun dalam waktu yang relative pendek hanya disekitar
awal pelaksanaan Tanam Paksa
saja. Dengan kata lain , bahasan sinkronis lebih mementingkan ruang bagi penjelasan yang luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar