Minggu, 20 September 2020

PERLAWANAN GOWA

 SULTAN HASANUDDIN



Masyarakat Goa ingin hidup merdeka dan bersabar kepada siapa saja tanpa  hak istimewa. Masyarakat Goa senantiasa berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata kata ,”Tanahku terbuka bagi semua bangsa, Tuhan menciptakan tanah dan lalu, tanah dibagikannya untuk semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu maka Goa cepat berkembang. Pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan kerajaan Gowa. Sombo Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja banyak para pedagang asing yang tinggal di kafe itu misalnya, Inggris, Denmark, Portugis dan Belanda. Mereka diizinkan membangun kunci di kota itu. Somba Opu telah berperan sebagai bandar perdagangan Persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat atau sebaliknya. 



Pelabuhan Somba  Opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur internasional. Oleh karena itu VOC berusaha keras untuk mendapat dan  mengendalikan Gowa. VOC ingin menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan untuk itu harus dapat menundukkan kerajaan Gowa. Berbagai upaya untuk menguasai pelabuhan Somba Opu. tahun 1634, VOC melakukan blokade terhadap pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih Lincah dan mudah bergerak di antara pulau- pulau yang ada. Kemudian kapal kapal VOC merusak dan menangkap kapal - kapal pribumi maupun kapal - kapal asing lainnya. 


Raja Gowa, sultan Hasanuddin ingin segera menghentikan tindakan VOC yang anarkis dan provokatif itu. Sultan Hasanuddin menentang ambisi VOC, yang ingin memaksakan monopoli di Gowa . Sementara itu juga VOC mempersiapkan diri untuk menundukkan Gowa. Politik Devide et Empera mulai dilancarkan. Misalnya VOC menjalin hubungan dengan seorang pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka. Setelah mendapat dukungan Aru Palapa pimpinanVOC Jendral Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Gowa. Dikirimlah pasukan Ekspedisi yang terdiri dari tentara VOC, orang orang Ambon, dan orang orang Bugis Bone pimpin oleh Aru Palaka . 7 Juli 1667 meletus perang Gowa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelius Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka Adam orang- orang Ambon di bawah pimpinan Jonker Van Manipa. 





Dengan kekuatan menyerang kesegala Penjuru VOC berhasil menahan pasukan Hasanuddin. Dan mendesak pasukan Hasanuddin juga berhasil menduduki benteng pertahanan di Borambang oleh pasuka Aru Palaka. Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Gowa.


Sultan Hasanuddin kemudian di paksa untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya antara lain sebagai berikut:

  1. Gowa harus mengakui hak monopoli VOC

  2. Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Gowa

  3. Goa harus membayar biaya perang

  4. Belanda Dapa mendirikan benteng di Makasar

  5. Makasar harus melepaskan daerah- daerah jajahannya seperti Bone dan pulau- pulau di luar Makasar. 

  6. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone





Sultan Hasanuddin tidak ingin menandatangani perjanjian Bangaya yang merugikan masyarakat Gowa dan Makasar. 1668 sultan Hasanuddin melakukan perlawanan kembali namun tidak berhasil bahkan benteng pertahanan rakyat goa jatuh dan dikuasai oleh VOC. Benteng itu kemudian oleh Spelman diberi nama Benteng Rotterdam. Perjuangan sultan Hasanuddin dilanjutkan oleh putranya Mapasomba dengan gigi dan tekat untuk mengusir Belanda dari Makasar. Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerjasama menjadi alasan Belanda Mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menghancurkan Mapasomba dan nasib Mapasomba sendiri tidak diketahui. Belanda pun berkuasa sepenuhnya atas Kesultanan Makasar.#smb#


________________

Dari Berbagai Sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kerajaan Cirebon